"Aku tidak takut badai, karena aku sedang belajar untuk berlayar kapal saya". (Aeschylus). Begitulah bunyi pepatah tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan yang mempunyai maksud mendorong seseorang untuk belajar mencari bekal sebanyak-banyaknya, sebagai bekal mereka menghadapi masa depan. ingat lah bung masa depan tidak dapat di prediksi.



Bagi mereka yang mengerti betapa pentingnya pendidikan, yang haus akan pendidikan dan mencoba meraihnya tantangan yang ada saat ini adalah dinding tinggi yang menjulang, membatasi gerak mereka sebagian dari mereka ada yang bisa melewatinya dengan mengandalkan harta mereka, mereka dapat membeli tangga dan ada yang mengandalkan kepintarannya untuk melewati diding itu, cukup mudah bukan? tapi anda melewatkan mereka yang tidak mempunyai uang untuk membeli tangga atau kepintaran yang cukup untuk melewatinya, mereka hanya bisa memandang keatas penuh harapan, berharap bisa melewatinya mungkin keberuntungan lah andalan mereka, menunggu seseorang yang bisa membantunya melewati dinding besar yang bertuliskan ADMINISTRASI.

Besarnya nominal yang tertera pada dinding itu membuat sebagian dari mereka menoleh kebelakang melihat keadaan keluarga dan saat itu pula mereka terserang rasa keputus asa an. mereka memilih membantu orang tua daripada bermimpi yang tidak-tidak. Pertanyaannya sekarang dimanakah peran pemerntah dalam menghadapi masalah ini?. teettttt..

Dan ternyata pemerintah tidak berdiam diri dalam masalah ini program beasiswa Bidik Misi dan SNPTN sudah diluncurkan sebagai trobosan yang diharapkan dapat memenuhi tututan rakyat. Kembali keparagrah ke-2 program beasiswa berlaku bagi mereka yang mempunyai kepintaran yang diatas rata-rata. Lalu bagi mereka yang dibawah rata-rata tidak punya "money" duitlah istilahnya apa ditelantarkan begitu saja. Apa kita harus menyalahkan mereka? "hei. kenapa kamu jadi orang bodoh?" atau dengan cuek lalu kita berkata "salah sendiri jadi orang kok bodoh".

Memangnya ada yang mau jadi orang bodoh. semuanya tidak bisa disalahkan ke-pelajar, masih ada kemungkinan bahwa guru yang waktu mengajar itu kurang mengena pada semua pelajar. karena tingkat pemahaman seseorang berbeda dengan orang lainnya. Untuk instansi sekolah-sekolah dari SD-SMA/SMK itu dianggap bukan masalah yang penting, karena dengan sistem yang mereka anut entah itu siapa yang memulai aturan seperti itu, mereka memupuk anak-anak yang bisa dianggap pintar untuk menjadi lebih pintar dan membebankan mereka/pelajar yang kurang pintar agar untuk mengajarinya, sungguh sistem yang bisa dianggap inovatif tapi yang disayangkan itu mengapa mengajarinya diwaktu-waktu ujian dengan tujuan agar dapat mencetak nilai-nilai yang menakjubkan.

Masalahnya sekarang  saat sang pelajar itu dihadapapkan dengan dunia kerja dengan skill hasil contekan apakah masih sanggup bersaing dengan mereka yang mempunyai skill asli dirinya sendiri. Menurut saya mengapa sekolah-sekolah harus mengejar target yang terlalu tinggi jikalau hasil ditulisan dan otak berbeda dan mengapa tidak mencoba untuk menyelaraskan dahulu?. "anda tidak tahu keadaan dimedan seperti apa, anda hanya bisa bicara saja kami yang melaksanakan kena semprot dari walimurid jika nilai mereka jelek" kemungkinan besar seperti itu jawaban dari seorang guru. tapi tak tahu lagi alasan-alasan lain. Jika alasan yang saya tulis itu memang benar kan mudah tinggal bilang saja "tugas saya mengajar disekolah dan saat dirumah itu sudah jadi tugas anda untuk menyuruh belajar" bereskan. si pelajar tidak mengerti? yah, suruh tanya saja sama gurunya, tidak mungkin kan sang guru tidak menjawab pertayaan sang pelajar.

Lalu buat mereka yang keluarganya tidak mampu dan tergolong pelajar yang kurang pintar. Bagaimana caranya masuk ke Universitas? beasiswa tidak ada terpaksa kerja. Ingin hati memperbaiki diri malah jadi pengangguran. nah sekarang saya ada pertanyaan kepada pemerintah, jika ada kasus anak seorang buruh pabrik yang ayahnya mempunyai gaji yang diatas standart kemiskinan tetapi sang ayah mengidap penyakit, yang uang gajinya termakan dengan pengobatan, apakah ada beasiswa untuk seperti itu??? ironis bukan?
untuk mendapatkan beasiswa aja dia tidak dalam kualifikasi karena gaji sang ayah, mendapat keringan tidak malah mendapatkan beban.

Orang Pintar Yes, Orang Tidak Mampu yes Orang Bernasib Buruk Kelaut Aja KuliUyah..

0 komentar:

Posting Komentar